Surabaya, Krisanonline.com – Krisanis, dibenakku, masa-masa awal pandemi ialah waktu yang menyenangkan. Seketika pengumuman libur disampaikan, aku ingin langsung teriak dengan teman-teman. Kegirangan karena akhirnya kami mendapatkan jatah libur terpanjang di tengah semester. Bayangkan dirimu bisa rebahan di kasur seenaknya, main game sepuasnya, kembali melakukan hobi yang sudah jarang dilakukan, dan hal-hal lain yang kamu inginkan. Akhirnya, setelah berbulan-bulan mengerjakan tugas, belajar ini itu, ulangan, dan pulang siang malam. Kamu bisa merasa santai dan tenang.
Kupikir rasa senang, santai, dan tenang itu akan berlangsung selamanya. Akan tetapi,ketika semakin dijalani, aku malah bosan, stres, dan jenuh. Mengerjakan tugas secara daring tampak mudah di awal, sekarang mengumpulkan motivasi untuk mengerjakannya menjadi susah dan menghabiskan banyak energi. Keinginan untuk pergi ke luar setelah sekian lama pun tidak dapat dihiraukan.
Rasa jenuh dan stres itu saya lakukan dengan mencari kegiatan baru. Nonton berbagai film, memasak, mengedit, mengikuti seminar, memikirkan kuliah, dan lain sebagainya. Saya bahkan sampai mengikuti les mobil dan persiapan SBMPTN untuk mengisi waktu kosong. Pergi mengelilingi Surabaya di malam hari juga menjadi kebiasaan saya. Dari timur ke barat, utara ke selatan, mampir tempat makan, hingga hanya duduk di mobil sambil mendengarkan musik, dan melihat lampu kota.Sempat aku pergi ke Ngawi, kampung halaman ayahku. Di sana aku mengunjungi Van den Bosch, salah satu tempat bersejarah di Ngawi.
Pandemi merupakan sebuah rollercoaster. Banyak naik turun dan putaran yang dilewati. Namun, kita tidak boleh lengah dan berhenti di tengah jalan. Janganlah berdiam diri di dalam kesusahanmu. Entah itu rasa stres, lelah, bosan, atau marah. Semua pasti aka nmenemukan jalan untuk menghilangkan kesusahan. Entah cepat atau lambat, teruslah berjalan.
(Kontributor: Geraldine Angelina Prayogo, Siswi XII Bahasa, SMA Santa Maria Surabaya)