Surabaya, KrisanOnline.com– Krisanis, biasanya seseorang merantau di luar kota dilakukan oleh orang-orang saat kuliah atau bekerja. Namun, saya sudah merantau ke luar daerah sejak saya masih SMA. Tentu saja, sebelum saya memutuskan untuk bersekolah di luar kota untuk merantau telah dilalui dengan pertimbangan yang benar-benar matang. Saya memutuskan untuk bersekolah di luar kota karena di daerah saya belum ada sekolah yang memenuhi kriteria yang saya inginkan. Oleh karena itu, saya dan orangtua telah mencari informasi jauh-jauh hari tentang SMA sejak masih kelas VIII SMP.
Melalui usaha dan doa, akhirnya Tuhan menunjukkan jalan yang tepat. Saya diterima di SMA Santa Maria Surabaya. Puji Tuhan, semua dilancarkan dengan baik. Ya, mulai saat saya mendapatkan jalur prestasi, potongan pendidikan, sampai bisa masuk di jurusan IPA. Meski, saya memilih jurusan Bahasa.
Di SMA Santa Maria saya tinggal di asrama sekolah dan ada suster yang memandu kami menjadi lebih disiplin setiap harinya. Sebenarnya, saya sempat khawatir akan pergaulan di Surabaya. Mengingat Surabaya adalah kota Metropolis kedua setelah Jakarta. Saya takut terbawa arus dan pengaruh buruk. Namun, seiring perjalanan kenyataannya tidak seperti itu. Bisa jadi, ini semua karena didukung oleh lingkungan sehari-hari yang mengharuskan saya tinggal di asrama.
Di asrama saya mendapat banyak hal baru dan pengalaman baru. Biasanya ketika tinggal di kota asal Bali, saya tak punya teman bermain di rumah. Nah, sekarang saya memiliki banyak teman yang sudah seperti saudara kandung sendiri. Meski terkadang terjadi sedikit “pergesekan” diantara kami. Namun, inilah kehidupan yang harus ada sikap empati dan saling menghargai. Dengan bertemu banyak teman, saya banyak belajar tentang kesabaran dan menjadi tidak emosional.
Di asrama juga ada penerapan disiplin tinggi. Misalnya, pintu asrama akan dikunci bila penghuni asrama pulang lebih dari Pk. 22.00 Wib. Lalu, bila terlambat bangun pagi, maka ada sanksi mencuci piring teman-teman, dan lain-lain. Yahh… itulah hal yang membuat kenangan tak terlupa.
Ohh ya Krisanis…ketika saya tinggal di asrama pula otomatis saya tidak bisa pulang “mudik” setiap hari. Biasanya frekuensi pulang kampung dan bertemu orangtua hanya setahun dua kali saja. Tepatnya, pada libur natal dan libur kenaikan kelas. Nah, sebagai pengobat rindu pada ortu saya biasanya “kopi darat” lewat layar handphone saja. Hehehe…
Satu hal lagi dan ini sangat penting ketika tinggal di asrama, saya harus bisa mengatur kiriman keuangan orangtua dengan baik setiap bulannya. Saya harus bisa menabung, berhemat, menahan godaan untuk tidak beli barang ini itu dan lain-lain. Namun, pengalaman-pengalaman itu semua sungguh membentuk dan melatih karakter saya menjadi lebih baik dari hari ke hari. Akhirnya, kini saya terbiasa menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter. Terima kasih, Suster!
(Kontributor :Tiffany Rebecca, Siswi XI Bahasa SMA Santa Maria Surabaya)
Mantap! hidup di asrama menurut saya memang susah, tetapi makna di balik hidup di asrama sangat banyak dan sangat mendidik.
Ohhh ternyata kehidupan asrama seperti itu ya, menarik juga karena selama ini saya kira asrama tidak menyenangkan