“Mbesok yen wis tekaning patikoe, donjo brono iki separo dibagi adil kanggo anak poetoekoe, separo kanggo anak poetoekoe sing ndoewe tondho toh poetih sing ono woeloene. Anak poetoekoe koewi sing biso ngresiki donjo brono iki lan dosa-dosakoe.”
Bila diterjemahkan akan berbunyi: “Besok jika sudah waktuku meninggal, harta benda ini separuh dibagikan secara adil untuk anak cucuku, separuhnya lagi untuk anak cucuku yang memiliki tanda lahir berwarna putih dan ada bulunya. Anak cucuku tersebut itu yang bisa membersihkan harta benda ini dan dosa-dosaku.”
Tanda lahir berupa toh putih berbulu di punggung Jaka menyeretnya ke dalam sungai takdir yang tak disangka-sangkanya. Kelahirannya sudah diramalkan oleh sesosok genderuwo yang pernah mengawini neneknya. Perkawinan demi pesugihan yang melahirkan sesosok dalbo penghuni lereng Merapi. Hanya Jaka yang mampu membersihkan harta pesugihan akibat perjanjian leluhurnya. Dan Jaka pula yang berhak mewarisi separuh harta itu. Tetapi, ada pihak lain yang iri kepadanya dan berusaha menggagalkan pewarisan itu dengan segala cara.
Wuni adalah sebuah kisah berdasarkan pengalaman nyata sang penulis yang berupaya mengabadikan sekeping legenda tanah Jawa yang bersungkup rahasia.
-oOo-
Tokoh utama dalam novel ini bernama Jaka dan dia terpilih untuk mewarisi separuh harta yang dimiliki keluarga besar Soentoro. Keluarga besar Soentoro adalah keluarga yang terkenal kaya raya di desa Wuni. Karena kekayaannya tersebut membuat keluarga besar Soentoro disegani di desanya bahkan memiliki pengaruh yang besar di desa tersebut. Desa Wuni adalah desa yang berjarak sekitar 25 Km ke arah Barat Laut kota Klaten. Adapun kata Wuni berasal dari nama pohon yang tumbuh dan banyak terdapat di desa tersebut sehingga nama desa tersebut dinamakan sesuai nama pohon tersebut yaitu Wuni. Jaka sendiri adalah cucu yang lahir dari hasil perkawinan Soentoro dengan istri keduanya yakni eyang Darmi. Sedangkan istri pertamanya adalah eyang Sumi dan istri ketiganya adalah eyang Suminah. Keluarga Soentoro memiliki kekayaan berupa tanah pertanian seluas 200 hektar, dimana yang 120 hektar sudah dibagikan kepada anak cucunya secara merata dan sisanya 80 hektar masih dikelola oleh istri pertama Eyang Soentoro yaitu Eyang Putri Sumi. Eyang Sumi dipercaya mengelola sisa tanah tersebut karena Eyang Sumi adalah orang yang paling cakap dalam mengelola usaha dan kekayaan keluarga besar Soentoro. Kekayaan tersebut akan diwariskan kepada Jaka sebagai keturunan yang disebut di dalam surat wasiat Eyang Soentoro.
Jaka adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh studi di IPB. Sebelumya kehidupan Jaka berlangsung normal-normal saja bahkan cenderung biasa. Akan tetapi panggilan dari keluarga besarnya yakni keluarga besar Soentoro yang disampaikan melalui Pak De Sunar membuat kehidupan Jaka berubah. Pak De Sunar adalah kakak dari Ayahnya. Beliau adalah kerabat yang dituakan dan disegani oleh keluarga besar Soentara. Biasanya kalau beliau sudah memanggil pulang berarti ada persoalan penting yang ingin dibicarakannya. Dengan berat hati Jaka harus pulang meninggalkan Bogor kota dimana Jaka mengawali dan sudah merencanakan masa depannya. Sebagai calon insinyur pertanian, Jaka bercita-cita ingin mengabdi kepada pemerintah untuk mengamalkan ilmunya sebagai penyuluh pertanian. Jaka adalah mahasiswa biasa dan bukan dari keluarga yang kaya. Ayahnya hanyalah pensiunan guru di kota kecil Klaten. Untuk membiayai hidupnya Jaka kadang kadang bekerja sebagai fotografer di sebuah studio milik temannya. Di Bogor Jaka memiliki teman perempuan yang cukup dekat, Euis namanya. Hubungannya dengan Euis sebenarnya bukan sekedar hubungan pertemanan saja mungkin lebih dari itu. Akan tetapi Jaka enggan mengungkapkan perasaannya kepada Euis karena ia paham dengan keadaan dirinya yang biasa-biasa saja dibandingkan keluarga Euis yang cukup terpandang di daerahnya.
Petualangan Jaka diawali dengan kejadian aneh di kereta api pada waktu perjalanan dari Bogor menuju Klaten. Ada sosok misterius yang duduk di sebelahnya, akan tetapi kehadirannya tidak diketahui oleh kondektur bahkan orang-orang yang sedang berada di kereta api tersebut. Jaka baru tersadar setelah kondektur tersebut tidak menanyakan dan menyinggung kehadiran orang tersebut pada memeriksa tiket kereta. Misteri demi misteri terus berlangsung semenjak kedatangan Jaka di Klaten. Dari kiriman gaib berupa santet yang mengancam nyawanya hingga pertemuannya kembali dirinya dengan sosok misterius di kereta api tersebut yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak De Slamet. Sosok yang diyakini sebagai kerabatnya yang merupakan hasil perkawinan Eyang Sumi dengan Genderuwo sebagai buah perjanjian Eyang Soentoro dengan genderuwo dalam upaya mencari pesugihan. Pesugihan sendiri adalah salah satu cara mencari dan mengumpulkan kekayaan dengan bantuan makhluk halus. Persoalan demi persoalan menghampiri Jaka hingga semakin kompleks dengan hadirnya seorang perempuan bernama Sukesi.
Novel ini disampaikan dengan gaya yang sederhana dan lugas, meskipun kadang-kadang diselipi dengan bahasa atau istilah-istilah dalam bahasa jawa. Namun penulis cukup jeli untuk memberikan catatan kaki agar pembaca bisa memahami makna dan arti istilah jawa tersebut. Sehingga jalan cerita tetap mengalir dengan lancar tanpa distorsi istilah dan kata-kata jawa. Alur ceritanya pun cukup mudah untuk diikuti meskipun penulis menggabungkan antara alur maju dan alur mundur. Novel ini menjadi semakin menarik karena penulis mengakat tema misteri dan berbau mistis. Melalui novel ini, penulis berusaha mengenalkan kepada pembaca mengenai desas-desus dan kejadian mistis yang diyakini keberadaannya oleh masyarakat jawa dan melekat dalam kehidupan sehari-hari orang jawa. Balutan budaya jawa sangat kental di novel ini dimana terjadi pertentangan batin pelaku cerita mengenai kehidupan normal saat ini dan kehidupan tradisional jawa. Apalagi dengan hadirnya sosok “Dalbo”, sosok gaib yang menurut keyakinan masyarakat jawa merupakan makhluk yang lahir dari hasil perkawinan silang antara manusia dengan genderuwo. Dalbo di dalam cerita tersebut menjadi salah satu tokoh penting dalam keseluruhan cerita. Selain Dalbo masih ada Euis, Sukesi, dan Pak De Sunar yang perannya tak kalah penting dan bukan hanya sebagai pemanis cerita belaka. Adapun novel ini semakin terkesan mistis dan misterius dengan tampilan cover buku yang didominasi oleh warna hitam dan tepat ditengah-tengah terdapat fragmen ukiran mengenai makhluk mistis di jawa.
Dengan membaca novel ini, seolah-olah kita dituntun oleh penulis untuk memasuki alam budaya jawa dan mengenal kakayaan kazanah budaya jawa tersebut. Penulis berusaha membawa kita untuk lebih dekat dengan kehidupan masyarakat jawa sehari-hari. Novel ini tanpa berusaha menggurui mengajak pembacanya untuk bersama sama meninggalkan praktik syirik/musyrik dan mengajak pembacanya untuk berserah diri hanya kepada Tuhan, bukan kepada makhluk yang lain. Novel ini mengajarkan kepada kita untuk mencari harta dengan cara kerja keras, usaha sendiri dan bukan atas bantuan jin. Harta itu kadangkala memang sebuah anugerah, namun kadang harta pun bisa menjadi bencana, mampu memecah belah kekeluargaan dan menjerumuskan kita kepada jalan yang sesat. Akhirnya saya ucapkan selamat membaca dan ikuti serunya petualangan dengan dunia gaib lewat novel ini.
Kunjungi: https://sanmarlibrary.web.id/