160 tahun, bukan waktu yang pendek bagi para Suster Ursulin dalam merintis hingga mengembangkan pendidikan di Kota Pahlawan.Mereka merangkai asa, menghidupkan pendidikan hingga nama-namanya tercatat dalam sejarah Kota Surabaya.Potret perjalanan para Suster Ursulin ditampilkan pada bingkai fotografi. Foto-foto sejarah mereka dipamerkan pada acara puncak peringatan 160 Tahun perjalanan Ursulin Surabaya di SMA Santa Maria Surabaya, Sabtu (7/10/2023).

Pameran tersebut seakan membawa pengunjung kembali ke masa lalu. Masa di mana cerita perjalanan hidup penuh dedikasi oleh seorang Suster Louise Demarteau OSU.Diceritakan oleh Biarawati Suster Lidwina Suhartati OSU, Suster Louise DemarteauOSU berlayar dari Belanda ke Batavia lalu ke Surabaya. Dia bersama lima suster lainnya berangkat menggunakan kapal layar Zephir dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada 1863 silam.

Pengunjung pameran diajak menyelami kisah perjalanan tentang Suster Louise Demarteau, OSU bersama lima suster lain. Cerita tentang para suster menempati bangunan Hotel Commerce yang terletak di Kepanjen, dahulu bernama Tempel Straat.Potret tempat yang disebut sebagai pintu masuk sejarah bagi biara pertama Ursulin di Surabaya menyiratkan ketenangan. Narasi menggambarkan bekas Hotel Commerce itu dilengkapi dengan kapel, refter, serambi dan menjadi tempat tinggal pribadi untuk 15 Suster.

Sebuah perjalanan pendidikan yang dimulai pada tanggal 3 November 1864, saat Sekolah pertama di Kepanjen dibuka.Sekolah Dasar pertama dinamakan Sekolah Santa Angela yang mewadahi anak-anak dari keluarga yang mampu, sementara yang kedua adalah Sekolah Santa Ursula, memberikan pendidikan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu.Dunia pendidikan makin berkembang, meliputi sekolah untuk keterampilan wanita, sekolah taman kanak-kanak Frobel, sekolah guru Santa Catarina dan cikal bakal Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool) Santa Maria di Jalan Raya Darmo, Surabaya.

Perjuangan para suster tidak mudah sejak awal. Begitupun mengembangan pendidikan dan merangkul banyak murid di Surabaya hingga kabupaten lain di Jawa Timur. Dari puluhan siswa menjadi ribuan.Semboyan demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa menjadi prinsip merangkul semua lapisan masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan.

Narasi foto berpindah ke Malang. Seiring waktu kepemimpinan Suster Louise Demarteau beralih kepada Suster Angela Flecken OSU.Suster Angela Flecken OSU dipandang sebagai seorang ibu biara yang karyanya terus berkembang meskipun telah tiada.Selain dikenal sebagai pemimpin Komunitas Kepanjen yang baru, Suster Angele Flecken, OSU juga merupakan pendiri Biara Santa Trinitas/Cor Jesu di Jalan Jaksa Agung Suprapto 55 Malang. Tidak sampai di situ, pengembangan bidang pendidikan juga dilakukan biara Ursulin di Madiun dengan sekolah-sekolah Santo Bernardus.

Dari kota Malang, karya suster-suster Ursulin ini terus mengembangkan sayap ke berbagai wilayah di Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo hingga Pacet Mojokerto. Pada 27 Februari 1920, perjalanan sejarah ursulin dilanjutkan oleh Suster Augustine Korndorfer, OSU dengan mendirikan H.B.S. pertama di Jawa Timur.Suster Augustine juga sebagai pemimpin pertama Biara Darmo Santa Maria di Jalan Raya Kupang Surabaya, sekarang jalan Raya Darmo.

Kampus Santa Maria Surabaya di Jalan Raya Darmo, salah satu wujud karya besar perjalanan suster Ursulin di Surabaya. Berdirinya bangunan cagar budaya dengan arsitektur yang unik di Jalan Raya Darmo ini, sekaligus menyimpan segudang kisah dan benda peninggalan komunitas Suster Ursulin di Surabaya.

Tergambar dari foto yang ikonik menunjukan momen saat Suster Dominica Portmans, OSU yaitu suster pengajar H.B.S. bersama 21 murid di kelas 1 H.B.S Koningen Wilhelmina School.Tidak hanya foto, pameran juga akan menampilkan memorabilia bangku sekolah yang pertama kali dipakai, pot bunga dan alat-alat drumband yang masih terawat.

Sebagai pengunjung, kami bisa menyentuh benda-benda tersebut. Meja atau bangku sekolah peninggalan suster ursulin masih terawat dan kokoh.Selain itu, ada lonceng peninggalan sejarah yang tergantung kokoh di lorong sekolah hingga tulisan ini ditulis.Nilai histori juga ditampilkan dalam busana suster Ursulin pertama. Meski disebut bukan busana pertama yang dipakai dan ditinggalkan Suster Ursulin.

Busana yang didominasi warna hitam dan putih ini ditujukan untuk mengenang dan mensyukuri perjalanan Suster Ursulin di bidang pendidikan.Busana atau pakaian biara berwarna hitam panjang sampai mata kaki dengan gempt di dada warna putih berbentuk kotak ini juga terlihat dipakai Suster Ursulin saat mengajar di sekolah.Untuk bagian kepala memakai muts warna putih dan penutup rambut, kemudian ditutup dengan penutup warna putih. Pada bagian ini juga dilengkapi dengan kain berwarna hitam di layer paling atas menutup bagian kepala.

Kali pertama, pameran foto perjalanan sejarah Ursulin di Surabaya dalam rangkap memperingati 160 Tahun Ursulin Surabaya dibuka untuk umum. Pengunjung silih berganti melihat potret-potret dan narasi kisah suster Ursulin.Event ini bukan sekadar pameran foto. Nilai-nilai sejarah, kerohanian, ilmu dan pengetahuan bisa terus diserap dari rangkaian potret perjalanan para suster ursulin.

Semangat mereka dalam melayani di bidang pendidikan bisa terus ditularkan kepada setiap generasi. Kisah masa lalu akan dikenang sebagai sejarah. Tak hanya dikenang, dari sejarah bisa menjadi tauladan dan melestarikan perjuangan para suster ursulin dengan menyesuaikan perkembangan jaman, kreatifitas dan inovasi. Sehingga pendidikan ini bisa terus dikenal dan bisa berkolaborasi dengan masyarakat memajukan bangsa Indonesia.

(Kontributor: Kanurika Anisa, Pemenang Juara I Lomba Esai 160 Tahun Ursulin Surabaya)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini